Lo penggemar Manchester City? Sudah berapa lama jadi fans City? Baru-baru ini aja atau semenjak kaya raya aja dan bisa beli banyak pemain?

Oke, kalaupun lo ngaku udah lama jadi fans Manchester Biru --misalnya pada era Robinho dibawa ke City dari Real Madrid-- pastilah lo paham sedikit sejarah getir klub kesayangan lo di masa silam.

Sebelum era itu dimulai, Manchester City pernah tertatih-tatih bro. Klub yang didirikan 1880 kini berusia 137 tahunan. Tapi mereka baru meraih trofi Liga Inggris sebanyak 4 kali, Piala FA 5 kali, Piala Liga Inggris 4 kali, dan Piala Winners Eropa 1 kali.

Dan kalau bicara sekarang City memang menjadi salah satu klub ambisius dan sudah masuk jajaran klub elite Liga Premier Inggris bersama pelatih topnya, Josep Guardiola. Tapi meski sudah silih berganti pelatih top tenar dan bergaji selangit, City belum mampu banyak bicara di pentas Liga Champions yang merupakan mimpi tim itu membangun kekaisaran baru sejak era akusisi Sheikh Mansour.

Manchester City Raksasa Kaya Raya, Tapi Begitu Getir di Masa Silam

Periode tersukses klub ini di masa silam diawali pada era akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an. Pada awal tahun 1980-an The Citizens mengalami masa penuh gejolak penurunan yang berpuncak pada degradasi ke tingkat ketiga sistem liga sepakbola Inggris pada pada 1998 untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Itu adalah masa paling sulit dan getir. Sebab kontras sekali prestasi City di masa itu. Padahal sebelumnya pada 1981, Manchester City menjadi runner-up pada Piala FA.

City tidak menghasilkan gelar penting apapun dan hanya timbul-tenggelam di ranah Premiership. Mereka hanya promosi ke divisi utama namun kemudian terdegradasi lagi ke divisi 2.

Musim 1982-83 klub mengakhiri liga di posisi ke-20, sehingga menyebabkan mereka harus degradasi ke divisi II. Setelah dua musim bermain di divisi II, musim 1985-86 mereka kembali ke divisi I, tetapi mereka kembali terdegradasi ke divisi II dua musim kemudian setelah pada musim 1986-87 mengakhiri liga di posisi ke-21.

Masa kelam masih berlanjut. Musim 1989-90 City kembali bermain di divisi I, dan sempat bermain stabil dengan selalu mengakhiri liga di posisi ke-5 dalam dua musim. Jangan bayangin mereka punya striker kelas Sergio Aguero atau gelandang super macam Kevin de Bruyne kayak sekarang deh.

Manchester City Raksasa Kaya Raya, Tapi Begitu Getir di Masa Silam

Beli pemain aja sudah sulit. Dan bisa dibilang City berkutat pada penambahan pemain dengan level tarkam di masa-masa itu. Nah musim 1992-93 dimulai era baru dimulai, tapi City masih mengalami penurunan prestasi dan nggak stabil bro.

Puncaknya adalah pada musim 1998-99, mereka terdegradasi dan harus bermain sampai ke divisi 3 atau Football League One! Tapi City mulai berbenah dan titik baliknya setelah kedatangan David Bernstein pada bulan Maret 1998 sebagai chairman yang baru.

Mereka hanya satu musim bermain di divisi 3 dan kemudian promosi ke divisi 2 atau Football League Championship. Dan masa terang itu tiba. City naik kasta, pada 2001 si Biru sukses jadi juara Divisi 2 dan sukses promosi ke Liga Utama Inggris alias Premier League.

Dan klub berubah wajah menjadi salah satu klub paling ambisius usai kepemilikan klub berganti ke tangan taipan sekaligus miliuner pemilik Abu Dhabi United Group.

Well, siapa lagi kalau bukan Sheikh Mansour sang maha kaya yang kini menyulap City jadi raksasa. Di tangannya, City jadi klub elit.

Sang Sheikh mengubah wajah City dengan gelontoran dana yang tak pernah habis terkucur. Masa itu kini masih berada di genggaman. Siapapun pemainnya mungkin bisa didaratkan asal tim penego berhasil.

Dengan kini bertabur bintang saja, City pernah bermimpi menyeret Lionel Messi kala baru mendatangkan Josep Guardiola. Dan itu bukanlah sekadar mimpi. Jika bukan karena Messi terlalu setia di Barcelona, City mungkin bisa semudah Juventus mendapatkan Cristiano Ronaldo dari Juventus.

banner-ads