Melihat Daniele De Rossi muda tak ubahnya melihat Francesco Totti di AS Roma. De Rossi akan menjadi legenda di tim itu, bahkan kesetiaannya tak perlu diragukan.banner-ads

De Rossi memang loyal, bahkan ia sempat diyakini akan menjadi one man one club seperti seniornya, Totti atau Paolo Maldini di AC Milan.

Tapi mengapa ia justru harus mengakhiri karier di tim lain (Boca Juniors sebagai peraduan terakhir dan terkininya)? Mari memahami situasinya dengan membaca ulasan spesial dari LAzone ini secara seksama ya bro...



Gelandang veteran ini bukannya tak mau menjadi pemain dengan satu klub, tapi di usia 36 tahun, rupanya Roma terpaksa harus melepasnya.

De Rossi memang berbeda dengan Totti secara posisi. Totti adalah gelandang dengan visi menyerang luar biasa, bahkan dia bisa dibilang adalah striker dengan atribut intelegensia sebagai playmaker.

Sedangkan De Rossi dulunya pernah berposisi sebagai striker. Tapi posisi paling idealnya ternyata gelandang tengah, dan kemudian gelandang jangkar karena tenaga kuda dan tekel intersep mumpuni.

Gabung dengan akademi Il Lupi pada 2000, bakat De Rossi memang sudah terlihat sejak belia. Ditambah atribut leader yang kharismatik, ia pun dipercaya menjadi wakil kapten bagi Totti.



De Rossi juga bervisi cemerlang. Tapi ia lebih jago dalam memutus seragan lawan ketimbang mencetak gol seperti Totti. De Rossi sang putra Roma adalah penyeimbang luar biasa di usia emasnya.

Skuat timnas Italia takkan pernah meninggalkannya di line up utama bersama Andrea Pirlo dan Gennaro Gattuso. Diamond midfielder Italia ini sukses besar kala hajatan Piala Dunia 2006. Tentu trofi itu adalah ganjarannya.

Usia 36 tahun, De Rossi yang dituntut harus terus bertenaga tentu akan kalah dengan midfielder lain nan muda di Roma. Ingat, posisinya adalah jangkar, perlu stamina ekstra luar biasa ketimbang posisi seperti Totti sang pangeran yang biasa mengisi pos second striker di skuat I Giallorossi.

Totti tak banyak berlari di masa uzurnya. Nggak heran ia bisa main sampai di titik umur 40 meski kerap jadi cadangan.

Maka pergi adalah pilihan realistis bagi pemain satu ini ketika kontraknya sudah kedaluwarsa. Rossi hanya merasa dirinya masih punya gelora sebagai pemain.



Ia masih menggebu-gebu untuk membaca permainan sebagai gelandang jangkar. Berpengalaman dan kepemimpinan De Rossi pun membuat sejumlah klub kepincut seperti tim-tim dari MLS misalnya.

Tapi ternyata tim Argentina, Boca yang beruntung mendapat servisnya. Setelah nyaris dua dekade bareng Serigala Ibu Kota Italia, De Rossi resmi menyeberang ke La Bombonera dengan status bebas transfer alias gratis.

De Rossi adalah gladiator sejati. Dia putra Roma yang membanggakan setelah Totti. Ia tetap legenda Roma dan terus dicintai tifosi klub tersebut sampai kapanpun.

De Rossi tidak terbuang, De Rossi hanya mencari peraduan yang memahami bahwa ia masih ‘menyala’, terang dan belum usai.