Sementara Suzuki juga menggunakan mesin serupa. Andrea Iannone dan Alex Rins juga mulai kompetitif dengan GSX-RR mereka.
Honda justru berbeda dari dua pabrikan Jepang di atas. Mereka memilih memakai mesin V4. Setelah Honda, ada KTM dan Aprilia yang memakai mesin V4. Dari sisi suara memang ada perbedaan karena tiap pabrikan juga ciri khas masing-masing dengan pipa knalpot yang berbeda pula.
Ducati menjadi pabrikan yang punya perbedaan dari pabrikan lain. Tim asal Italia itu memakai mesin L4 '90 derajat V' atau bentuk mesin L itu punya kemiringan 90 derajat. Sampai saat ini, mesin mereka dianggap masih paling kencang di lintasan lurus.
Dari enam pabrikan tersebut, hampir semuanya kini memakai konfigurasi mesin big bang. Hanya KTM saja yang masih memakai mesin screamer.
Perbedaan jenis mesin tersebut hanya pada pola pengapian untuk silinder saja. Screamer memiliki jeda waktu pengapian yang sama antar silinder. Sedangkan big bang pola kerjanya berbeda, karena hanya dua silinder saja yang disetup bekerja nyaris bersamaan (saat ini, semua pabrikan MotoGP memakai mesin empat silinder).
Pola big bang ini membuat setiap piston memiliki jeda dalam setiap tarikan. Efeknya adalah, tarikan motor menjadi tidak terlalu liar yang menguntungkan ban belakang karena ada jeda waktu untuk lebih nempel ke aspal.
Sementara pada mesin screamer, tarikan langsung 'menjambak' yang mengakibatkan ban belakang mudah sliding. Intinya mesin big bang mudah dikontrol, meski beberapa pembalap menyebut bahwa mesin big bang ini cuma jago tikungan, tapi loyo ketika menghadapi trek lurus.
Ditambah perangkat elektronik yang nempel di motor canggih mereka, sepertinya semua menjadi mudah terkontrol. Itu juga yang bikin seorang Casey Stoner mengeluh beberapa tahun yang lalu.
Sejauh ini, cuma Casey Stoner yang sukses dengan Ducati menggunakan mesin screamer. Dengan power kuat dari Desmosedici, ditambah mesin screamer yang liar, ia bisa menaklukkan dua kekuatan tersebut.
Embed: https://www.facebook.com/MotoGP/videos/10155540525615769/
