Wirya sangat menyesalkan sikap para pendukung Persib di luar kelompoknya yang melakukan pengrusakan. "Yang rugi citra Persibnya. Tidak hanya itu, citra penonton kota Bandung juga akan rugi," sambung Wirya.
Kefanatikan itu tidak perlu dengan melempar atau memaki. "Coba saja kita lihat, kalau ada batu yang dilemparkan ke lapangan, bisa saja kena pemain Persib sendiri. Ini kan justru sangat membahayakan tim kita sendiri. Dan kalau pemain lawan yang kena, itu kan jadi tidak sportif lagi," tutur anggota PFC yang lain.
Untuk itu menurut Wirya pada setiap pertandingan para anggotanya disebar ke seluruh sektor. Jumlah mereka tidak kurang dari 5.000 orang, dari berbagai golongan. Ada karyawan, ada mahasiswa, dan pelajar. "Pokoknya siapa saja yang bersedia menjadi suporter terkendali, kami tampung," kata Wirya.
Malah secara tidak langsung PFC bisa membantu petugas keamanan dengan menangkap oknum perusak. Bentuknya, menurut Wirya, bisa saja sebagai penangkap dan bisa juga hanya memberikan laporan pada petugas. "Ini kami lakukan semata-mata untuk membersihkan tubuh Persib dan kota Bandung dari usaha suporter yang berfanatisme sempit," katanya lagi.
Selama putaran kedua wilayah Barat di Stadion Siliwangi Bandung, PFC membuat puluhan spanduk dan ribuan bendera kecil bertuliskan Persib. "Semuanya kami sebarkan secara gratis. Ini kan bukti fanatisme yang positif," ucap sarjana hukum yang tak mau menyebutkan pekerjaannya ini.
Tumpah
Untuk putaran ketiga di Jakarta, mulai 25 Februari mendatang Wirya mengaku telah menunjuk 300 orang anggotanya untuk mengkoordinir suporter Persib. "Koordinasi ini juga semata-mata agar dukungan yang akan diberikan terarah dan tidak ngawur."
Diperkirakan sekitar 30.000 orang Bandung akan tumpah ke Jakarta. Mereka dibantu berbagai perusahaan angkutan yang dicarter untuk tanggal-tanggal tersebut.
Ditanya bagaimana resepnya untuk mengendalikan gejolak emosi para anggotanya, Wirya menyebut ditanamkannya "keamanan melekat" di hati para anggotanya. Artinya, harus mawas diri dan mampu menahan segala gejolak yang berkecamuk.
"Dan jangan lupa, semuanya berawal dari diri sendiri. Kalau kita tak mampu menahan diri, maka orang lain pun akan begitu. "Dan kalau kita mampu menahan diri, maka kita pun bisa menahan orang lain. Jalannya tentu dengan mengamankan lokasi secara preventif," tutur Wirya.
Menurut pengamatan BOLA, suporter Persib yang menggunakan kaos PFC tersebut memang tidak seganas suporter lainnya. Paling jauh, mereka hanya memaki lewat kata-kata. Itu pun bukan kata-kata yang tidak senonoh tetapi hanya berupa istilah-istilah saja. Misalnya "hayam sakarat" (ayam sekarat), "gera harudang Persib" (cepat bangun Persib). Atau mengejek PSMS, Persija, dan lainnya dengan sebutan "butut sia" (butut kamu).
Suporter lainnya sangat kasar. Mereka melempar dengan benda apa saja. Bahkan petugas pun mereka lempari. Penonton yang tak kebagian karcis pun terpaksa melempar penonton yang sudah di dalam. Akibatnya, banyak terjadi kericuhan karena orang-orang yang di dalam berusaha saling berlindung.
Adegan kejar-kejaran antara penonton dan petugas pun sering sekali tampil. Petugas terpaksa tak memberi ampun oknum-oknum tersebut.
Ini tentu harus menjadi pertimbangan bagi PSSI kalau mau memilih lagi Bandung sebagai tuan rumah. Kecuali kalau kita memang mengharapkan terulangnya kasus stadion Diponegoro Semarang.