Semua ini berawal dari tahun 1800-an, saat di mana balap sepeda baru mulai didokumentasikan. Saat itu, semua pebalap merasa debu, keringat dan benda lainnya cukup mengganggu saat terkena kepala.
Baru setelah itu muncul ide untuk menggunakan penutup kepala. Mereka memilih topi jenis flat cap karena dianggap paling cocok.
Cycling cap saat itu benar-benar fungsional karena bisa bisa juga menghalangi sinar matahari yang menyilaukan, menyerap keringat sampai melindungi kepala dari panas dan hujan.
Kalau lo menyangka saat ini adalah masa pertama kali cycling cap begitu tren, ternyata nggak juga. Pada 1950-an, topi ini juga menjadi tren. Saat itu cycling cap adalah penanda jika pesepeda yang mengenakannya adalah pebalap.
Sampai akhirnya, pelatih sampai fans dari pebalap itu juga memakai topi yang sama. Mereka yang nggak mampu membeli sepeda balap, bisa membeli topinya yang berasal dari brand yang sama.
Seiring berjalannya waktu, karena helm sepeda semakin populer, cycling cap sempat redup. Cuma beberapa pebalap saja yang tetap memakainya di luar arena.
Nah, sekarang tren menggunakan cycling cap muncul lagi. Gaya itu awalnya diperkenalkan oleh mereka yang doyan dengan tampilan retro.
Seiring berjalannya waktu, topi sepeda bahkan sering dipakai tanpa mengendarai sepedanya. Hal itu wajar kok, nggak salah sama sekali karena cycling cap saat ini adalah budaya.
Jadi kalau saat lo memakai cycling cap tanpa membawa sepeda dan ada yang melemparkan senyum, itu bukan berarti mereka mengejek. Balas sapaannya karena dia tahu lo adalah pesepeda.