Lupakan desing peluru dan ledakan bom. Ada wajah sendu, senyum lembut dan kisah mengharukan di antara medan pertempuran.

banner-ads

Film bertema perang sering sekali menyusupkan romansa yang mengharu biru mengaduk emosi penonton nya. Gimana gak seru coba bro, diantara desing peluru ada acara cinta-cintaan. Memang sih gak mendominasi keseluruhan tapi aura percintaannya kental sekali.

Rata-rata film sejenis ini lebih memainkan kecerdikan produsernya mengemas. Lupakan tentang peluru yang menembus kepala atau bom yang meledak super dasyat, film ini lebih mengeksplore raut muka yang sedih dan tatapan kosong yang suram.
Salah satunya ada film karya anak Indonesia loh bro. Yang tahun 2014 saja ya bro, sebab kalau dirunut panjang banyak sekali ternyata film yang senafas. Kalau boleh mengutip lagu Superman Is Dead: romansa di tanah anarki, ‘kubasuh luka, dengan air mata’ pokoknya!

3 Nafas Likas (2014)

Film bertemakan perang kemerdekaan terbilang cukup langka digarap oleh sineas tanah air karena membutuhkan biaya yang besar dan penggarapan yang rumit. Berangkat dari Sutradara yang sama yang menggarap film bertema perjuangan ‘Sang Kiai‘ yakni Rako Prijanto, hadir film baru bertema serupa berjudul ‘3 Nafas Likas‘.
Tetapi berbeda dengan Sang Kiai yang memfokuskan pada biopik sejarah satu tokoh banga, 3 Nafas Likas akan memfokuskan penceritaannya lewat drama percintaan dari seorang wanita bernama Likas (Diperankan Atiqah Hasiholan).
Kisah dalam 3 Nafas Likas ini berlangsung dari tahun 1930 sampai dengan tahun 2000. Melalui masa perang kemerdekaan, pergolakan revolusi era 60-an hingga masa kejayaan perekonomian Indonesia dan berlatar di dua lokasi ; Sumatera Utara dan Ottawa-Kanada.

Likas adalah perempuan luar biasa yang meraih berbagai pencapaian dan keberhasilan, karena ia memegang teguh janji kepada tiga orang terpenting dalam hidupnya, ayahnya, Ngantari, kakaknya, Njohre dan suaminya, Jamin (Vino G. Bastian).

TESTAMENT OF YOUTH (2014)

James Kent coba mengeja perang, cinta, dan wanita lewat mata Vera Brittain yang berjuang tak kalah keras dari para prajurit yang turun ke medan perang. Film berdurasi 2 jam 9 menit ini cukup membuat mata terhibur dengan sinematografi, tata cahaya, kostum, dan akting Alicia Vikander dan Kit Harrington yang pas.
Sejak awal film, Vera Brittain (Alicia Vikander) sudah digambarkan sebagai seorang perempuan dengan tekad kuat dan tak kenal rasa takut. Kecintaannya pada puisi dan pendidikan membuat ia tak terhentikan, oleh ayahnya sekalipun. Seolah lahir di generasi yang salah, Vera gusar dan tak terima jika ia harus menganut budaya patriarki yang membuat perempuan cerdas sulit mendapat suami. Hingga pada suatu perdebatan tentang hal tersebut, membuatnya sesumbar tidak akan pernah jatuh cinta dan menikah. Ia hanya ingin belajar terus dan berhasil masuk Universitas Oxford.