The Invisible Man mengawali rangkaian kengerian dari film horor yang bakal tayang tahun 2020 selanjutnya. Film ini jadi pembuka yang baik untuk banyak film horor lain di tahun ini karena menyajikan sesuatu yang menarik. Tentu aja, film ini mendulang respon positif dari para penonton dan kritikus film.

banner-ads

Mungkin secara teknis, film horor ini gak kayak kebanyakan horor yang ada seperti The Conjuring atau IT. Bukannya mengandalkan hantu, The Invisible Man mengandalkan teror yang diciptakan oleh seseorang yang membuat dirinya tak terlihat karena eksperimen miliknya.

Tapi, selain hal itu, masih ada beberapa hal yang membuat The Invisible Man jadi contoh bagus untuk film-film horor lainnya dalam menciptakan kengerian.

Mengubah perspektif cerita

The Invisible Man (2020) ini sebenarnya adalah sebuah remake dari film jadul dengan judul yang sama pada tahun 1933. Film tersebut menceritakan seorang villain yang gak terlihat dalam menjalankan aksinya. Pada tahun 2000 lalu, sempat ada remake lain dari konsep cerita The Invisible Man ini, film tersebut berjudul Hollow Man dan dibintangi oleh Kevin Bacon. Namun dalam film Hollow Man, sudut pandang diambil dari sisi sang ilmuwan penyebar teror. Ini membuat filmnya kurang mencekam.

Nah, di sini The Invisible Man menggunakan sudut pandang korban supaya para penonton merasakan kengerian. Penonton diajak ikut merasakan kengerian ketika ada seseorang yang mengancam keselamatan jiwa tapi dirinya tidak bisa dilihat sama sekali oleh kasat mata.

Ini bisa jadi contoh yang baik buat film horor lain bahwa mengubah perspektif penceritaan bisa aja membawa suasana baru yan lebih segar terhadap cerita yang bakal dibawakan dalam film.

Gak pake jumpscare buat menciptakan kengerian

Film-film horor modern seperti The Conjuring, The Nun, dan lainnya menggunakan teknik jumpscare buat menciptakan kengerian. Buat lo yang belum tau, maksud dari jumpscare adalah menggunakan elemen mengagetkan di banyak scene (yang biasanya udah bisa ditebak sebelumnya). Teknik jumpscare dianggap udah mulai membosankan karena sebelum elemen kaget tersebut muncul, penonton udah diberi tanda-tanda dengan suara yang sunyi, tempat yang tiba-tiba gelap, atau munculnya musik-musik aneh.

Nah, The Invisible Man menciptakan kengerian dengan cara yang berbeda. Leigh Whannel sebagai sutradara berusaha menciptakan suasana ngeri dengan cara perlahan dan membuat penonton gak yakin dengan keselamatan karakter utama dalam film. Penggunaan sudut pandang si korban dalam film ini juga membantu dalam membangun suasana seram yang gue sebutkan barusan, Bro. Penonton rasanya ikut merasa diteror dan diikuti oleh orang-orang yang tak terlihat.

Bukan sekedar copy paste film klasik

Tujuan sang sutradara emang ingin membuat sebuah remake yang tetap terasa original seperti versi klasiknya. Tapi, kerennya Leigh Whannel gak sekedar mencomot konsep film jadul tersebut lalu memolesnya dengan sentuhan yang modern. Banyak dari remake film horor klasik yang mengikuti plot asli dari film originalnya. Berbeda dengan Leigh Whannel yang menggunakan konsep film The Invisible Man (1933) dan mengubahnya dengan mengganti sudut pandang cerita. Dia juga memasukkan beberapa masalah kehidupan modern yang bikin penonton relate dengan film tersebut.

Lo udah nonton The Invisible Man, Bro? Menurut lo gimana nih filmnya?