Emang butuh biaya yang gak dikit buat band-band untuk bikin sebuah rilisan fisik, apalagi industri musik saat ini lagi diserang situs-situs file sharing yang ngegampangin loe dapetin karya mereka.

banner-ads

Flashback dulu yuk ke tahun 1949, pas RCA Victor ngenalin rekaman dan pemutar 7 inch 45 rpm micro-groove Extended Play. Format itu jadi kontribusi tersendiri dalam perkembangan industri musik. Sejarah kembali terulang pada tahun 1958, di saat long play (LP) stereo pertama kali dilepas ke pasaran.

Nah, memasuki tahun 1963, Philips mendemonstrasikan compact audio cassette pertama menggunakan BASF polyester 1/8 inch tape. Disusul Sony yang memperkenalkan TPS-L2 Walkman portable audio cassette player. Di masanya, music player yang satu ini sempat jadi barang yang gak boleh dilewatin ketika jogging atau sekedar kongkow.

Berbarengan dengan berkembangnya teknologi di tahun 1980-an, digabungin deh tuh industri musik dengan revolusi komputer, sehingga melahirkan audio digital 5-inch CD disc. Itu yang bikin penjualan CD melebihi LP dan menjadikan CD serta kaset lebih dominan.

Masuk deh di era digital, ketika situs MP3.com mulai dibuat oleh Michael Robertsin di bulan November 1997, dan menjadi cikal bakal munculnya iPod, portable music player di tahun 2001.

Di tahun ini nih, bro, ketertarikan untuk membeli rilisan fisik mulai tipis. Karena semuanya lebih memilih yang instan dibanding menikmati momen unpackaging/unboxing joy (keriangan ketika membuka kemasan pertama kali), serta printilan yang ada di sebuah album. Sekarang tinggal elo deh yang milih, lebih asik dengan MP3 atau rilisan fisik? Tetep ya fisik memang beda.

 

Source foto:

-       Vinyl: metalsucks.net

-       Kaset: cnn.com

-       CD: Research.philips.com

-       iPod: telegraph.co.uk