Kehidupan adalah suatu pemberian Tuhan bagi setiap manusia. Dengan kehidupan itulah, manusia menjalani ragam kewajiban dalam rangka meraih apa yang menjadi haknya. Dengan kehidupan pula, manusia merasakan kesedihan, kebahagiaan, suka cita, kegalauan, dan masih banyak rasa lainnya. Lantas bagaimana jika seorang manusia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sebelum ajal menjemput? Bunuh diri memang suatu fenomena yang selalu menarik untuk dipahami. Alex Lickerman M. D. yang menulis buku The Undefeated Mind: On the Science of Constructing an Indestructible Self (2012) mengatakan bahwa fenomena bunuh diri merupakan suatu hal yang berada diluar akal sehat manusia. Menurut Lickerman, Anda sebagai manusia dengan kehidupan normal tidak akan dapat memahami dasar pemikiran seseorang untuk menghabisi hidupnya sendiri.
Beberapa kasus bunuh diri biasanya terjadi akibat faktor depresi, tekanan mental yang tak tertahankan, gangguan kejiwaan, sampai memiliki pemahaman sendiri untuk segera menggapai kematian. Begitu kompleksnya fenomena bunuh diri ini sampai-sampai tidak hanya melibatkan satu jiwa saja. Ada juga bunuh diri massal yang dilakukan oleh sekelompok orang karena menganut satu aliran tertentu. Kembali lagi, dalam bunuh diri massal, mentalitas seseorang dituding lemah hingga mampu terbujuk oleh paham sesat yang mengajaknya pada kematian. Namun beberapa pakar psikologi menilai, seseorang yang terlibat dalam bunuh diri massal telah terdoktrin oleh suatu prinsip yang begitu kuat dan membuatnya sanggup untuk membunuh dirinya sendiri. Hingga kini, ada kasus bunuh diri massal yang pernah mengejutkan dunia. Rata-rata, kasus bunuh diri massal tersebut terjadi akibat suatu aliran yang menganggap kematian sebagai suatu cara untuk meraih kehidupan yang lebih baik di alam baka...
The Branch Davidian Seventh-Day Adventists, Waco, Texas (1993)
Hingga kini, peristiwa bunuh diri massal di Mount Carmel Center di Waco, Texas, Amerika Serikat masih mengundang perdebatan. Cerita dimulai saat Victor T. Houteff mendirikan suatu afiliasi keagamaan dengan Gereja Gerika Orthodoks. Sekte Protestan ini disebut The Branch Davidians” yang berdiri sejak tahun 1959 dan Houteff mengumumkan Kedatangan Yesus kedua di puncak sebuah bukit di wilayah Texas. Apa yang dinubuatkan Houteff ternyata tidak terbukti dan kepepimpinannya diambil oleh beberapa nabi” sekte tersebut, salah satunya adalah Vernon Howell yang kemudian mengganti namanya menjadi David Koresh. Ia mendoktrin para pengikut The Branch Davidians bahwa dialah nabi yang dipercaya untuk mengamalkan ajaran-ajaran sekte tersebut.
Si jago merah melumat habis seisi Mount Carmel Center, pusat kegiatan The Branch Davidians pimpinan David Koresh.Tahun 1994, David Koresh dituding bertanggung jawab atas kepemilikan senjata api ilegal dan pelecehan seksual pada anak-anak di Mount Carmel Center (Pusat Kegiatan Persekutuan Advent) di kota Waco. Mendengar laporan tersebut, BATF (Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms, and Explosives) mendapat perintah untuk melakukan penggeledahan. Tindakan represif dari BATF itu mendapat perlawanan dari sekte pimpinan David Koresh sampai akhirnya terjadi pengepungan selama 51 hari. Akhirnya pihak FBI pun turun tangan untuk membubarkan orang-orang yang masih bertahan di dalam Mount Carmel Center. Saat FBI melemparkan gas air mata ke dalam bangunan, para anggota sekte justru membakar gas-gas tersebut hingga menyulap Mount Carmel Center dilahap api dalam sekejap. Peristiwa tragis terjadi tanggal 19 April 1993, menewaskan 91 orang, termasuk wanita, anak-anak, dan David Koresh sendiri.
Movement for the Restoration of Ten Commandments (MRTC), Kanungu, Uganda (2000)
Tanggal 17 Maret 2000 dapat dikatakan sebagai sejarah paling kelam yang dialami rakyat Uganda. Movement for the Restoration of Ten Commandments (MRTC) adalah suatu sekte yang merupakan cabang aliran Katolik apokaliptik. Para pimpinan sekte yang terdiri dari Joseph Kibwetere, Credonia Mwerinde, Angelina Mugisha, Fr Joseph Kasapurari, dan Fr Dominic Kataribabo mendirikan MRTC pada tahun 1980 setelah menerima wahyu Perawan Maria yang berisi kewajiban mematuhi sepuluh perintah Allah. Nubuat yang paling ditekankan oleh sekte ini adalah datangnya hari kiamat yang segera terjadi saat menuju pergantian tahun 2000. Lagi-lagi nubuat yang didoktrin tidak terbukti dan para pengikut sekte mulai mempertanyakan keaslian wahyu yang disampaikan para pemimpin MRTC.
Tumpukan jenazah yang hangus usai tragedi pembakaran gereja oleh para pemimpin Movement for the Restoration of Ten Commandments.Seperti tak habis akal, maka Judgement Day” kedua pun ditetapkan menjadi tanggal 17 Maret 2000. Saat itu para pemimpin sekte masih menjanjikan bahwa mereka akan segera bertemu dengan Tuhan pada hari yang ditetapkan. Hari yang dinanti pun tiba dan para jemaat dikumpulkan dalam gereja mereka di distrik Kanungu, Uganda. Penantian mereka rupanya berakhir derita saat pemimpin sekte mengurung jemaat dan membakar gereja tersebut hingga menewaskan lebih dari 500 orang dan pemimpin sekte MRCT.
Heaven’s Gate, San Diego, California (1997)
Bagi Anda yang tergila-gila dengan konspirasi UFO atau alam semesta, sebaiknya berhati-hati. Peristiwa bunuh diri massal yang dikenal dengan Heaven’s Gate ini cukup membuat miris jika dipikirkan memakai akal sehat. Sekte ini berdiri sejak tahun 1970 yang menganut kepercayaan perpaduan unsur Kristiani tentang datangnya Hari Akhir, pemikiran fiksi ilmiah, dan Bumi suatu saat akan disucikan melalui kekuatan-kekuatan supranatural. Satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri adalah dengan berpindah pada suatu kehidupan yang mereka sebut Next Level”. Sang pendiri sekte, Marshall Applewhite mengatakan bahwa perpindahan kehidupan dari alam dunia menuju Next Level” dapat diraih melalui kehidupan anti-sosial alias bertapa. Applewhite percaya dengan menjalani ritual itulah maka jiwa seseorang akan naik menuju Next Level” dengan ikut terbang bersama komet Hale-Bopp yang melintasi Bumi waktu itu.
Gaya bunuh diri massal para pengikut Heaven's Gate yang serba hitam tahun 1997.Pada tanggal 19-20 Maret 1997, sang pemimpin sekte merekam suara yang menyatakan bahwa anggota Heaven’s Gate akan dijemput oleh UFO yang mengekor saat komet Hale-Bopp melewati Bumi. Bunuh diri massal pun terjadi di Paseo Victoria, San Diego. Sebanyak 39 nyawa melayang dalam peristiwa tersebut setelah mereka menenggak larutan sianida bercampur vodka. Yang menarik, seluruh jenazah berpakaian serba hitan dan celana training hitam serta bersepatu Nike Decades hitam dan sebuah gelang bertuliskan Heaven’s Gate Away Team”. Tanggal 26 Maret 1997 pihak Kepolisian menemukan jasad mereka yang mulai membusuk, dan satu orang anggota Heaven’s Gate yang tidak ikut bunuh diri sempat merekam momen mengerikan tersebut dan baru dipublikasikan di pengadilan tiga tahun kemudian.
People’s Temple Jonestown Massacre, Guyana (1978)
Ini merupakan kasus bunuh diri massal dengan jumlah korban yang paling banyak. People’s Temple merupakan sebuah kultus yang berdiri pada tahun 1955 dengan falsafah Sosialisme Apostolik. Di tengah hingar bingar kehidupan Flower Generation yang merupakan gaya hidup kaum hippies pada saat itu, komunitas People’s Temple memilih untuk meninggalkan kehidupan duniawi. Jim Jones sang pemimpin sekte (yang belakangan diketahui sebagai seorang atheis) mencekoki para pengikutnya dengan doktrin yang sangat bertolak belakang dengan ajaran Kristen. Jones melihat kehidupan di kota besar sangat liar dan mengajak para pengikutnya untuk mendirikan People’s Temple Agricultural Project tahun 1977. Proyek itu hanyalah akal-akalan Jim Jones untuk mempunyai negara kecil” yang dipimpinnya dengan sebutan Jonestown.
Lautan mayat saat terjadinya bunuh diri massal di Jonestown.Pengikut People’s Temple dijanjikan kehidupan surga tropis yang begitu damai, jauh berbeda dengan gereja mereka terdahulu yang terletak di kota San Fransisco. Namun rupanya ide Jones tak semulus impiannya. Banyak anggota People’s Temple yang mulai membangkang dan tercium oleh seorang anggota Kongres dari Negara Bagian San Fransisco bernama Leo Ryan. Pada tanggal 17 November 1978, Ryan yang melakukan investigasi bersama tiga orang wartawan di Jonestown. Seorang anggota People’s Temple ingin keluar dari sekte tersebut dan meminta Ryan untuk ikut serta membawanya pergi. Saat tiba di bandara Port Kaituma, rombongan Ryan ditembaki oleh pengikut setia People’s Temple hingga tewas. Esok harinya, tanggal 18 November 1978, Jim Jones memerintahkan 912 anggota setianya untuk meminum jus anggur yang telah dicampur sianida hingga semuanya tewas tak tersisa.
Tragedi Puputan, Badung (1906)
Tak hanya di luar negeri, di Indonesia pun ada cerita yang begitu memilukan mengenai bunuh diri massal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14 September 1906, di Badung, Provinsi Bali. Saat itu, tentara Belanda baru saja merapat di Pantai Sanur untuk menginvasi Pulau Dewata. Raja Gede Ngurah Denpasar yang berkuasa saat itu memegang kepercayaan lebih baik mati dari pada harus menjadi budak penjajah. Semangat patriotisme dan keberanian yang luar biasa itu ia sebarkan pada seluruh masyarakat yang setia pada kekuasaannya. Saat tentara Belanda mulai mengepung wilayah Badung, Raja Gede Ngurah Denpasar, pemuka agama, pemuka adat, dan seluruh masyarakat berkumpul di suatu lapangan kerajaan.
Salah satu dokumentasi yang berhasil diabadikan saat terjadinya peristiwa Puputan di Badung, tahun 1906.Usai memimpin ritual dan doa, sang pemimpin agama Hindu mulai menghunuskan pisau ke jantung Raja Gede Ngurah Denpasar. Itulah dimulainya ritual Puputan, sebuah bunuh diri massal untuk melindungi harga diri dari pada takluk di tangan musuh. Mengikuti jejak Raja, para warga mulai saling menusukkan pisau ke jantung masing-masing. Wanita dan anak-anak kemudian melemparkan perhiasan dan koin-koin pada tentara Belanda yang tercengang melihat aksi bunuh diri tersebut. Setelah melemparkan perhiasannya, wanita dan anak-anak ikut saling menusukkan belati sampai mati. Dalam catatan sejarah, peristiwa tragis tersebut menewaskan 1000-an orang dan Puputan menjadi spirit perjuangan rakyat Bali melawan penjajah di kemudian hari, seperti yang dilakukan juga oleh I Gusti Ngurah Rai.