Merdeka.com --- Keprihatinan terhadap masalah ketahanan energi Indonesia khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM) membuat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mencetuskan ide pembuatan mobil listrik.

banner-ads

Meski bukan yang pertama, namun, mobil Dahlan ini menjadi istimewa karena dikerjakan oleh putra-putri Indonesia terbaik dan menelan dana yang tidak sedikit.

Putra terbaik Indonesia itu salah satunya adalah Ricky Elson. Pencipta mobil listrik Selo ini sebetulnya telah bekerja sebagai kepala Divisi penelitian dan pengembangan teknologi permanen magnet motor dan generator NIDEC Coorporation, Kyoto, Minamiku-kuzetonoshiro cho388, Jepang.

Prestasi Ricky pun tak sedikit. Setidaknya ada 14 teori mengenai motor listrik telah dihasilkan dan dipatenkan oleh pemerintah Jepang. Prestasi inilah yang membuat Dahlan kepincut dan memintanya untuk mengembangkan mobil listriknya.

Melalui akun Facebooknya, Ricky bercerita bahwa belum lama ini dirinya mendapat perintah dari tempat kerjanya di Jepang untuk kembali. Itu berarti dia harus meninggalkan apa yang sudah dilakukannya selama ini di Indonesia.

Di tempat tinggalnya saat ini yakni di Ciheras, Tasikmalaya, Ricky tengah mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin. Kincir angin Ricky telah menjadi yang terbaik di dunia untuk kelas 500 watt peak.

Namun, kualitas teknologi Indonesia yang belum mumpuni membuat hasil karyanya tak maksimal. Hal ini, menurutnya, bisa diperbaiki jika dirinya kembali ke Jepang. Lalu apa? Apakah karyanya akan kembali dipatenkan oleh pemerintah Jepang?

Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengaku kecewa jika Ricky Elson kembali bekerja ke perusahaan Jepang. Sebab, tenaga Ricky masih dibutuhkan Indonesia untuk memajukan bangsa khususnya pengembangan mobil listrik.

"Sayang ya. Kan banyak orang menyampaikan agar ahli-ahli kita di luar negeri itu dapat kembali ke Tanah Air. Setiap ke kampus-kampus dalam sebuah diskusi terlalu banyak yang mengatakan agar anak kita mau pulang untuk mengabdi kepada negara sendiri," ujar Dahlan saat ditemui di kediamannya jalan Ketintang Baru nomor AA18, Surabaya, Rabu (9/4).

Dahlan bercerita bagaimana dahulu dirinya berusaha membujuk Ricky agar mau ke Indonesia mengembangkan mobil listrik. Awalnya, Ricky enggan untuk tinggal di Indonesia dengan pertimbangan gaji lebih kecil dari Jepang dan tidak dihargai hasil karyanya oleh negeri sendiri.

Kurangnya penghargaan pada karya anak bangsa selama ini diakui Dahlan memang benar. Maka dari itu, dirinya berusaha untuk merubahnya.

"Saya rayu habis-habisan, makanya seluruh gaji sebagai menteri saya berikan. Namun, sudah membuktikan di dalam negeri tidak mendapatkan sambutan, tidak mendapatkan fasilitas yang memadai, boleh dikata tidak ada kepastian, ketentuan. Saya minta maaf kepada mas Ricky. Karena saya bayangkan bisa mengabdi di dalam negeri," ungkapnya.

Dahlan meminta kepada Ricky untuk bersabar selama dua bulan ke depan dan tetap di Indonesia, sembari menunggu kepastian mengenai kelanjutan perizinan mobil listrik dari pemerintah. Jika hingga saat itu tidak ada kepastian, Dahlan mempersilakannya pergi.

"Dia masih anak muda, masa depannya masih panjang, saya enggak mau menggantung masa depannya," ucapnya.

Suami dari Nafsiah Sabri ini mengaku sering menanyakan nasib mobil listrik ke Menteri Riset dan Teknologi (Menristek). Namun, Dahlan hanya mendapat jawaban yang sama setiap waktu yakni diminta menunggu.

"Sudah saya tanyain tapi katanya ya sebentar, ya sebentar, ya sebentar terus," ucapnya.

Sebelumnya, November tahun lalu Dahlan sumringah setelah mendapat sinyal positif dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Sebab sertifikat layak jalan untuk mobil listrik dikabarkan bakal segera dikeluarkan oleh Kementerian yang dipimpin oleh Gusti Muhammad Hatta tersebut. Bahkan, Dahlan memercayai janji Kemenristek untuk mengawal mobil listrik sampai ke tingkat industri.

Saat itu dia juga sesumbar bahwa peraturan mobil listrik akan segera keluar. Ternyata jauh panggang dari api. Dahlan tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya terhadap Kemenristek. Salah satu alasannya tentu saja soal mobil listrik yang hingga saat ini tak jelas nasibnya.

Sementara itu, Selo adalah mobil listrik generasi penerus dari Tucuxi. Perakitan mobil Selo ini menghabiskan dana sebesar Rp 1,5 miliar dan lebih kecil dari Tucuxi yang menghabiskan dana Rp 3 miliar. Selain Selo, Dahlan juga mengembangkan mobil listrik tipe lainnya mulai dari bus dan MPV.

Akhirnya, mobil listrik Selo yang merupakan mimpi Dahlan, selesai dirakit dalam waktu 6 bulan. Mobil ini sempat dipamerkan di ajang APEC di Bali beberapa waktu lalu. Dahlan ingin membuktikan ke negara peserta APEC kalau anak bangsa mampu menciptakan mobil listrik. Selain Selo, mobil listrik Ahmadi karya Dasep juga ikut dipamerkan di Bali dan didampingi bus listrik serta mobil listrik tipe Alphard yang diberi nama Gendis.